dalam Mendukung Program Revitalisasi Perikanan.
Fisheries Revitalization Programme.
By:Lies Emmawati Hadie*, Wartono Hadie*,Ketut
Sugama*, Nurbakti Listyanto*, and Yayan Hikmayani**
By:Lies Emmawati Hadie*, Wartono Hadie*,Ketut
Sugama*, Nurbakti Listyanto*, and Yayan Hikmayani**
technical and socio-economic. The activities were examined the production system by
in-door and out-door. The facilities were used some aquaria in size 40x30x80 cm to the
amount of 24 for in-door system. Out-door system were conducted in earthen ponds with
concrete wall in size 300 m2. Assessment of socio-economic was condected to PRA
methode, data collection and information from research and survey. Data analysis to
enclose descriptive analysis to market status and problems in marketing. Result of the
assessment indicated that low investmen to in-door system, and out-door system could
be applicated for area that they have a good quality.
** Peneliti pada Balai Besar Sosial Ekonomi
PENDAHULUAN
( Primack et al, 1998). Kekayaan berbagai jenis ikan ini merupakan sumberdaya penting bagian kehidupan sosial-ekonomi dan kebudayaan masyarakat Indonesia maupun bagi masyarakat secara keseluruhan . Diperkirakan sekitar 40 juta orang Indonesia yang hidupnya ditopang langsung oleh keanekaragaman hayati, yaitu dengan menggantungkan hidupnya pada hutan, sumberdaya pesisir dan laut maupun pertanian. Masyarakat menggunakan lebih dari 6000 spesies tanaman dan hewan dalam menopang kehidupan sehari-hari. Bagi negara, keanekaragaman hayati adalah sumberdaya yang mempunyai arti ekonomi penting. Sektor perikanan Indonesia menyumbangkan sekitar US$ 1.570.353.000 pada tahun 2002 (Direktorat Jenderal Perikanan, 2002).
Berdasarkan uraian tersebut diatas, semakin jelas peran penting keanekaragaman hayati, sehingga upaya konservasinya menjadi agenda penting untuk di antisipasi. Dalam upaya melestarikan sumberdaya perikanan, maka kehadiran jenis ikan introduksi memerlukan pengaturan – pengaturan yang bersifat kebijakan.
Dewasa ini telah berkembang pembudidayaan jenis lobster air tawar yang di impor dari Australia. Jenis tersebut adalah Cherax quadricarinatus yang dikenal sebagai red-claw karena capitnya yang berwarna merah. Jenis ini memiliki potensi pasar yang baik, karena dapat dikonsumsi sekaligus dapat dimanfaatkan sebagai lobster hias. Ciri-ciri morfologis lobster air tawar ini adalah warna tubuhnya hijau kemerahan dan warna dasar bagian atas capit berupa garis merah (Aliah et al, 1983; Atema & Cobbs, 1986 ; Brummet & Alon, 1994; Rouse & Kahn, 1998 ) . Budidaya red-claw sudah berkembang lama di beberapa negara seperti Australia, Selandia Baru, Amerika, Eropa. Di Indonesia sendiri budidaya lobster air tawar baru ramai sejak tahun 2002. Dari potensi yang ada, Indonesia memiliki jenis lobster yang hidup di perairan sungai Baliem di pedalaman Papua. Jenis lobster air tawar tersebut yaitu C. lorentzi,C. monticola dan black tiger. Sedangkan dibanding negara lain seperti Amerika yang mempunyai hampir 300 spesies, Eropa dengan jenis Astacus astacus, A. torrentium, Selandia Baru dengan spesies Paranephrops planifrons dan P. zelandicus dan Australia merupakan negara paling kaya dengan jenis lobsternya karena terdapat hampir 100 spesies yang masuk famili Parastacidae.
Berdasarkan hasil riset telah diketahui bahwa budidaya terpadu Cherax quadricarinatus dan C. albertisi dengan padi mampu mencapai bobot 40 gram selama 90 hari. Budidaya terpadu ini dapat dikembangkan tanpa mengganggu pertumbuhan padi (Ahmad & Sofiarsih,2005).
Ditinjau dari segi budidaya Cherax sp merupakan spesies yg mempunyai potensi geografis yg luas, siklus hidupnya sederhana, dan kebutuhan pakannya ekonomis, karena tidak memerlukan protein yg terlalu tinggi (Jones,2005). Tantangan untuk industri budidaya Cherax sp adalah meningkatkan produksi dengan cara ekspansi dan investasi baru agar mampu mencapai volume produksi dengan jumlah yg mencukupi untuk di ekspor secara konsisten (Dauh, 2005).
Sehubungan dengan kebijakan pemerintah dalam merevitalisasi perikanan belum memperlihatkan hasil yang signifikan sampai saat ini . Kondisi ini membutuhkan rancang tindak yang progresif dan bersifat menyeluruh dari aspek-aspek yang terkait di dalamnya.
RENSTRA dari Departemen Kelautan dan Perikanan bertujuan untuk mewujudkan kondisi yang diinginkan yaitu ikut mendorong tercapainya sasaran pembangunan kelautan dan perikanan, sekaligus mengantisipasi dinamika dan perkembangan situasi dan kondisi dalam negeri, lingkungan strategis, dan kecenderungan global yang berubah dengan cepat.
Pembangunan perikanan menjadi “prime mover” (penggerak utama) terlebih lagi dalam situasi krisis ekonomi, usaha perikanan mampu bertahan, bahkan dapat menyumbangkan penerimaan devisa negara, utamanya usaha yang menghasilkan komoditas ekspor. Komoditas red-claw merupakan salah satu komoditas yg dapat diekspor.
Penelitian bertujuan untuk melakukan identifikasi masalah krusial dalam manajemen usaha budidaya red-claw yang berpotensi untuk di ekspor. Disamping itu juga untuk memperoleh model pengelolaan yg efisien dalam sistem produksi budidaya jenis tersebut.
Sasaran dari penelitian ini adalah terwujudnya peningkatan produktivitas red-claw yg mampu memberikan kesempatan kerja bagi masyarakat, membantu program pengentasan kemiskinan dan pertumbuhan ekonomi masyarakat.
1. Sistem perbenihan red-claw secara indoor hatchery
2. Sistem perbenihan red-claw secara out door
Kegiatan riset dilaksanakan di BBI Pesiapan, kabupaten Tabanan, Bali pada tahun 2007
Sistem perbenihan Red-claw secara indoor hatchery
Sarana yang digunakan dalam perbenihan secara indoor adalah akuarium yang berjumlah 24 buah dengan ukuran 40 x 30 x 80 cm. Sistem pemeliharaan benih Cherax sp. dilaksanakan dengan resirkulasi yang menggunakan filter.Rangkaian sistem resirkulasi yang dibuat terdiri dari bak kayu, dan filter yang digunakan adalah filter yang bersifat mekanis seperti koral, ijuk dan serat fiber yang halus. Sistem resirkulasi yang dibuat juga dilengkapi dengan tower plastik dan pompa air sebagai tenaga penggerak air ( gambar 1).
Sistem perbenihan Red-claw secara out door
Sarana yang digunakan dalam perbenihan secara outdoor adalah kolam tanah. Penelitian ini menggunakan dua buah kolam dengan ukuran 300 m 2. Dinding kolam terbuat dari tembok dan bagian dasar kolam berupa tanah. Sumber air kolam berasal dari sungai.
Hewan uji
Induk-induk yang digunakan dalam penelitian adalah indukan dari strain Walkamin yang didatangkan langsung dari Cherax Park, Australia, serta koleksi indukan Bolangan F1 dan indukan koleksi Mengwi F1. Kisaran bobot induk yang dipijahkan adalah 45 gram – 100 gram dengan ukuran panjang 14 cm – 15.5 cm.
Kajian implikasi pengembangan budidaya secara sosial - ekonomi
Dampak sosial-ekonomi udang introduksi dilakukan dengan menggunakan metode PRA, pengumpulan data dan informasi dari hasil penelitian serta melalui survey. Keragaan usaha budidaya yang akan dikaji membahas tentang bagaimana budidaya lobster jenis red-claw ini diusahakan oleh masyarakat. Keragaaan pemasaran akan mengevaluasi kelembagaan pemasaran yang terlibat, daerah pemasaran serta saluran pemasaran.
Data yang di gunakan dalam penelitian terdiri dari data primer dan sekunder. Data primer di peroleh dari hasil wawancara dengan responden yaitu petani pembenih, pendeder dan pembesaran yang ada dilokasi. Sedangkan data sekunder diperoleh dari instansi terkait seperti Dinas Perikanan dan Kelautan Kabupaten dan Propinsi. Data primer meliputi data yang terkait dengan usaha budidaya, informasi harga, lokasi pasar, serta kelembagaan yang terlibat dalam usaha budidaya dan pemasaran red-claw serta permasalahan yang ada dalam usahanya. Data sekunder meliputi data produksi yang diperoleh dari laporan Dinas Kelautan dan Perikanan tingkat propinsi dan kabupaten. Metode penelitian yang digunakan yaitu studi kasus. Pengambilan responden menggunakan teknik purposive sampling yang didasarkan pada kriteria-kriteria tertentu. Untuk responden pembudidaya dipilih yang membudidayakan pada tahap pembenihan, pendederan dan pembesaran, serta bagi pelaku pasar dipilih pelaku yang terlibat baik langsung ataupun tidak langsung dengan pembudidaya yang ada dilokasi.
Data yang diperoleh, kemudian diolah dan dianalisis untuk mencapai tujuan penelitian. Analisis data meliputi analisis deskriptif terhadap status pasar dan kendala dalam pemasaran. Analisis pemasaran dilakukan secara deskriptif untuk melihat saluran pemasaran serta lembaga pemasaran yang terlibat.
HASIL DAN PEMBAHASAN
Data pertumbuhan benih red-claw hasil perbenihan secara in-door seperti yang tertera di dalam Tabel 1.
Tabel 1. Data pertumbuhan rata-rata bobot (gr), panjang total+sd (cm),
dan coefisien variasi (%) benih red-claw secara indoor selama 30 hari
masa pemeliharaan (Siklus 1).
Indukan |
Rata-rata bobot
(gr)
|
Pj.total+ Sd (cm)
|
Coefisien Variasi (%)
|
Bolangan F1- A8
|
0.052
|
1.46 + 0.1956
|
7.4642
|
Bolangan F1- A11
|
0.125
|
1.93 + 0.4000
|
4.825
|
Bolangan F1- A12
|
0.093
|
1.43 + 0.2106
|
6.790
|
Berdasarkan hasil pengamatan tersebut diatas, maka dapat dikatakan bahwa pertumbuhan red-claw relatif cukup baik. Namun terlihat indikasi adanya variasi pertumbuhan benih yang dihasilkan oleh indukan yang berbeda. Indukan yang benihnya dipelihara secara indoor menunjukkan variasi yang cukup besar dalam pertumbuhan bobot badan serta panjang total. Berdasarkan hasil obervasi selama satu bulan terlihat bahwa pertumbuhan benih tidak mengalami hambatan yang berarti.
Data indukan red-claw yang meliputi bobot,panjang total, fekunditas dan hatching rate secara lengkap seperti yang tertera di dalam Tabel 2.
Tabel 2. Data rata-rata indukan red-claw strain Walkamin,Bolangan,dan Mengwi yang meliputi
bobot + sd (gr),panjang total + sd (cm), fekunditas (butir) dan hatching rate (%).
Strain
|
Rata-rata bobot +Sd (gr)
|
Pj.total+Std.deviasi
(cm)
|
Fekunditas
(butir)
|
Hatching rate
( %)
|
Walkamin
|
59.08 + 1.1
|
13.0 + 6.70
|
465.0
|
32.9
|
Bolangan F1
|
96.76 + 12.1
|
15.32 + 0.82
|
513.0
|
36.06
|
Mengwi F1
|
79.66 + 11.21
|
14.82 + 0.94
|
518.0
|
31.85
|
Sehubungan dengan indukan Walkamin , karakter fekunditas dan hatching rate relatif lebih kecil dibandingkan dengan dengan indukan Bolangan dan Mengwi. Hal ini disebabkan oleh ukuran rata-rata indukan yang lebih kecil,sehingga fekunditas dan hatching rate yang dicapai juga relatif lebih sedikit. Apabila ditinjau dari segi karakter bobot indukan Bolangan mempunyai rata-rata bobot yang lebih tinggi, kemudian diikuti oleh indukan Mengwi. Indukan strain Walkamin baru berumur tiga bulan, sehingga fekunditas belum optimal. Hal ini terlihat dari total fekunditas dan hatching rate yang relatif rendah dibandingkan dengan kedua indukan lainnya.
Data pertumbuhan benih Cherax sp secara indoor di dalam siklus yang kedua dicantumkan di dalam Tabel 3.
Tabel 3. Data pertumbuhan rata-rata benih red-claw di dalam indoor hatchery
selama 60 hari masa pemeliharaan dengan N = 20 (Siklus II).
Strain
|
Rata- rata bobot + sd (gr)
|
Pj.total + sd (cm)
|
Sintasan + sd (%)
|
Mengwi F1
|
1.4 + 0.22
|
2.25 + 0.39
|
57.95 +17.32
|
Walkamin
|
0.45+ 0.34
|
2.50 + 0.57
|
58.98 + 16.80
|
Bolangan F1
|
1.09 + 0.76
|
3.37 + 0.81
|
40.49 + 9.09
|
Berdasarkan data tersebut diatas maka dapat dikatakan bahwa ukuran benih telah mencapai ukuran 1 inci sampai dengan 1 inch-up. Ukuran ini telah dapat dipasarkan dan siap untuk dilakukan tahap pendederan selama satu bulan untuk mencapai ukuran 2 inci. Permintaan pasar umumnya berkisar antara 1inci – 2 inch- up.
Sehubungan dengan sintasan yang dapat dicapai relatif baik dengan kisaran 40.49% - 58.98 %. Sintasan terbaik dicapai oleh benih hasil indukan strain Walkamin yaitu sebesar 58.98 %, kemudian ranking kedua disusul oleh strain Mengwi F1 yang mencapai 57.95 % dan Bolangan F1 mencapai sintasan sebesar 40.49 %.
Data kualitas air yang telah diobservasi mencakup 10 parameter yang dicantumkan dalam Tabel 4 sebagai berikut :
Tabel 4. Kualitas air dalam sistem resirkulasi untuk perbenihan
red-claw secara indoor.
No
|
Parameter kualitas air
|
Nilai rata-rata
|
1
|
pH ( keasaman)
|
8.4
|
2
|
kH / Karbonat hardness (o d)
|
7.0
|
3
|
gH/Total hardness (o d)
|
8.0
|
4
|
Fe/ Besi (mg/l)
|
0.5
|
5
|
NO2/ Nitrit (mg/l)
|
0.0
|
6
|
NO3/ Nitrat (mg/l)
|
0.0
|
7
|
NH4/ Amonium (mg/l)
|
2.0
|
8
|
NH3 / Amonia (mg/l)
|
0.3
|
9
|
PO4/ Phosphat (mg/l)
|
0.1
|
10
|
Cu / Cuprum (mg/l)
|
0 - <>
|
Berdasarkan data kualitas air yang telah di observasi tersebut, maka dapat dilaporkan
bahwa kualitas air cukup memadai untuk operasional kegiatan perbenihan lobster red-claw. Dalam rangka mengoptimalkan kualitas air, maka dalam sistem resirkulasi yang menggunakan filter biologis diperlukan waktu agar proses pertumbuhan bakteri nitrifikasi dapat berlangsung secara optimal.
Sistem produksi perbenihan secara out door di kolam
Hasil benih yang telah diperoleh dengan sistem out door dikolam dikemukakan datanya di dalam Tabel 5.
Tabel 5. Data panjang total rata-rata + sd (cm), bobot rata-rata + sd (gr),
panjang total maksimum (cm), bobot maksimum (gr), koefisien skewness,
koefisien kurtosis benih red-claw yang diperoleh dengan sistem out door
di kolam tanah (N= 100).
Parameter
|
Nilai
|
Panjang total rata-rata + standart deviasi (cm)
Bobot rata-rata + standart deviasi (gr)
Panjang total maksimum (cm)
Panjang total minimum (cm)
Bobot maksimum (gr)
Bobot minimum (gr)
Koefisien skewness karakter bobot
Koefisien skewness karakter panjang total
Koefisien kurtosis karakter bobot
Koefisien kurtosis karakter panjang total
|
4.86 + 1.36
3.05 + 2.01
7.40
1.80
7.70
0.40
0.36
0.27
0.90
0.98
|
Berdasarkan data tersebut diatas maka terlihat bahwa sistem perbenihan secara out-door dapat menghasilkan benih red-claw dengan rata-rata panjang 4.86+1.36 cm.Ukuran benih yang diperoleh ini telah mencapai ukuran yang dapat dipasarkan. Seperti telah diketahui bahwa benih dengan ukuran 2 cm – 5 cm atau 1 – 2 inci telah memenuhi permintaan pasar. Dengan demikian dengan sistem perbenihan secara out-door dalam waktu satu bulan telah dapat menghasilkan benih berukuran 2 inci.
Apabila ditinjau dari aspek statistik dari karakter populasi benih yang telah dihasilkan ,maka nilai koefisien skewness untuk karakter panjang mencapai 0.27 dan karakter bobot adalah sebesar 0.36. Nilai koefisien ini menunjukkan adanya kecenderungan ukuran panjang dan bobot benih red-claw yang berukuran medium. Nilai koefisien kurtosis untuk karakter panjang dan bobot mencapai 0.9 – 0.98, nilai koefisien ini menunjukkan bahwa populasi benih red-claw memiliki sifat platikurtis. Hal ini mengartikan bahwa ukuran panjang dan bobot cenderung mencapai nilai rata-rata dan tidak ada ukuran yang menonjol atau out-layer.
Data kualitas air pada perbenihan red-claw secara out-door dikemukakan secara lengkap dalam tabel 6.
Tabel 6. Kualitas air pada perbenihan red-claw secara out-door selama satu siklus pemeliharaan .
Parameter
|
Kisaran Nilai
|
Suhu air (oC)
Suhu udara (oC)
pH/keasaman air
pH /keasaman tanah
gH/ Total hardness (od)
KH / Karbonat hardness (od)
NO2 /Nitrit(ppm)
NO3 / Nitrat (ppm)
NH3 /Amonia (ppm)
NH4 /Amonium(ppm)
PO4 / Fosfat (ppm)
Cu / Cuprum(ppm)
Fe / Besi (ppm)
|
26.5 – 31.0
20.0 – 28.0
7.0 – 8.50
7.0
8.0 – 10.0
8.0
<>
<>
<>
<>
0.10- 0.25
0.0
0.1 – 0.5
|
Berdasarkan data kualitas air yang telah di observasi tersebut, maka dapat dilaporkan bahwa kualitas air cukup memadai untuk operasional kegiatan perbenihan lobster red-claw.
Kajian implikasi pengembangan budidaya red-claw secara sosial - ekonomi
Berdasarkan data yang diperoleh dari survei sosial- ekonomi, ternyata usaha budidaya lobster air tawar di Bali baru dimulai pada tahun 2006. Usaha budidaya tersebut baru dilakukan oleh beberapa orang petani. Namun berbeda dengan penjelasan dari pedagang ikan (pengepul) perkembangan perdagangan lobster air tawar ini ntelah dimulai sejak tahun 1998 dan berkembang terus sampai dengan tahun 2002.
Pada tahun 2006, usaha budidaya khususnya pembenihan udang lobster ini mulai berkembang dan diusahakan oleh beberapa petani. Sebagai salah satu program pengembangan usaha lobster air tawar ini, Pemerintah Daerah Kabupaten Tabanan melalui Dinas perikanannya mengajukan Dana Penguatan Modal yang di salurkan oleh Dirjen Budidaya dialokasikan bagi calon pembudidaya udang ini. Calon pembudidaya tersebut sebanyak 15 orang petani yang nantinya akan di prioritaskan pemberian modal usaha untuk usaha budidaya lobster. Alokasi dana mencapai Rp. 500 juta dari pusat dan 630 juta dana pendamping dari daerah. Alokasi dana tersebut untuk pembelian pakan 50% untuk pembelian pakan dan sarana produksi dan 625 juta untuk pembelian benih. Apabila dana tersebut tersalurkan maka kebutuhan benih udang untuk kelompok dengan perkiraan harga benih Rp. 1000/ekor membutuhkan sebanyak 625.000 ekor. Apabila diperkirakan SR 70% saja maka akan dihasilkan produksi udang lobster sebanyak 437500 ekor. Apabila 1 kg 10-12 ekor maka dihasilkan sebanyak 3645 kg. Harga udang konsumsi saat ini ukuran 10-15 ekor/kg sekitar Rp. 110.000/ekor.
Sebagai langkah awal kegiatan budidaya dilakukan sosialisasi budidaya kepada calon kelompok penerima dana, berbagai pelatihan telah diberikan kepada calon pembudidaya tersebut, dan pada Bulan Juni tahun 2007 melakukan studi banding ke lokasi budidaya lobster yang ada di jawa Timur. Diharapkan pelatihan serta studi banding yang dilakukan dapat menjadi bekal bagi usaha yang akan dilakukan nantinya.
Sampai dengan saat survey dilakukan usaha budidaya yang sudah berkembang dan dilakukan terbatas pada usaha pembenihan saja. Dari hasil wawancara dengan petani pembenih menyatakan bahwa kebutuhan benih udang lobster saat ini cukup besar bahkan mereka kadang-kadang tidak mampu memenuhi kebutuhan permintaan. Hal tersebut didukung oleh petani yang sedang mencoba usaha pembesarannya yang mendapatkan benih lobster air tawar tersebut dari Jawa Timur yaitu dari Madiun.
Usaha pembesarannya belum berkembang, beberapa petani yang berada di Kecamatan Panebalan, ada yang sedang mencoba usaha pembesaran dan baru 2-3 bulan tanam sehingga tingkat keberhasilannya belum dapat diperkirakan. Usaha pembesaran lobster air tawar ini dilakukan oleh petani yang rata-rata tingkat ekonominya lebih baik. Hal ini disebabkan cukup besarnya investasi yang harus disiapkan untuk pemeliharaan lobster ini. Pertama kolam pemeliharaan sebagian adalah kolam beton yang nilainya cukup besar. Kedua, harga benih yang dibeli petani masih lebih tinggi dibandingkan di jawa Timur yaitu ukuran benih 2 inchi harganya mencapa Rp. 1500/ekor. Ketiga, panen lobster air tawar ini waktunya agak lama yaitu sekitar 6 bulan sehingga petani harus mempunyai persediaan keuangan atau usaha sampingan lainnya dan tidak hanya mengandalkan dari usaha budidaya saja.
Usaha pembesarannya belum berkembang, beberapa petani yang berada di Kecamatan Panebalan, ada yang sedang mencoba usaha pembesaran dan baru 2-3 bulan tanam sehingga tingkat keberhasilannya belum dapat diperkirakan. Usaha pembesaran lobster air tawar ini dilakukan oleh petani yang rata-rata tingkat ekonominya lebih baik. Hal ini disebabkan cukup besarnya investasi yang harus disiapkan untuk pemeliharaan lobster ini. Pertama kolam pemeliharaan sebagian adalah kolam beton yang nilainya cukup besar. Kedua, harga benih yang dibeli petani masih lebih tinggi dibandingkan di jawa Timur yaitu ukuran benih 2 inchi harganya mencapa Rp. 1500/ekor. Ketiga, panen lobster air tawar ini waktunya agak lama yaitu sekitar 6 bulan sehingga petani harus mempunyai persediaan keuangan atau usaha sampingan lainnya dan tidak hanya mengandalkan dari usaha budidaya saja.
Kajian sosial – ekonomi masih akan dikembangkan untuk sentra perbenihan lobster air tawar Cherax sp. di daerah Jawa Timur, agar dapat diperoleh gambaran yang lebih lengkap berkaitan dengan usaha pengembangan Cherax sp.
Usaha budidaya red-claw pada awalnya dilakukan oleh penggemar ikan hias. Oleh karena warna kulitnya yang berwarna cemerlang, maka lobster air tawar ini banyak diminati oleh masyarakat. Pembenihan lobster ini mulai tahun 2005 banyak diminati oleh masyarakat. Usaha pembenihannya dilakukan secara backyard hatchery yang dilakukan dirumah-rumah penduduk atau pengusaha. Wadah yang digunakan berupa akuarium dan bak beton kecil yang dibuat permanen dengan ukran 4 x 7 m. Teknik pembenihannya relatif mudah dilakukan dan harga bibit yang cukup tinggi menyebabkan perkembangan budidayanya begitu peast. Saat ini terdapat 100 orang lebih yang melakukan pembenihan lobster red-claw di DI Yogyakarta. Namun jumlah tersebut hanya perkiraan dikarenakan belum adanya data yang akurat tentang hal itu.
Menurut ketua asosiasi pembudidaya red-claw terdapt indikasi adanya pasar yang bersifat semu. Dalam hal ini permintaan cukup besar terhadap benih ataupun induk lobster, tetapi ini hanya bersifat sementara, yang pasti pada suatu saat pasar akan turun dan harganyapun akan turun secara drastis. Salah satu cara untuk mengatasi yaitu dengan secepatnya memulai usaha pembesarannya. Sampai saat ini pembesaran red-claw dilakukan petani hanya untuk dijual sebagai induk yang harganya lebih mahal dibandingkan dijual untuk keperluan konsumsi.. Sebagai contoh untuk satu set induk ukuran 250 gram yang terdiri dari 3 ekor induk jantan dan 5 ekor induk betina harganya mencapai Rp. 500.000 – Rp.700.000,- Harga lobster konsumsi hanya mencapai Rp.225.000/kg.
Pemasaran red-claw ini meliputi wilayah Jakarta, Jawa Barat, Jawa tengah dan Jawa timur. Investasi yang dibutuhkan untuk 10 set induk saja hanya sekitar Rp.20.000.000,- dan akan kembali modal dalam satu siklus pembenihan.Satu ekor induk betina mampu menghasilkan kurang lebih 300 ekor larva. Setelah larva berumur 1 minggu, maka larva ini mulai mencari makanan. Pakan yang diberikan kepada larva red-claw berupa cacing rambut atau pelet. Padat penebaran larav umur 1 – 30 hari mencapai 500 – 1000 ekor/m2. Air media larva harus diusahakan agar tetap bersih. Pemeliharaan benih dilakukan setelah larva berumur 1 bulan. Perawatan yang harus hati-hati adalah dalam penanganan kebersihan air. Setiap hari sisa pakan yang mengendap harus selalu dibersihkan, agar kualitas air tetap optimal.
Seiring dengan perkembangan permintaan pasar, maka usaha budidaya lobster juga semakin menjanjikan. Permintaan lobster air tawar di dalam negeri terutama dibutuhkan untuk pemenuhan permintaan rumah makan, hotel, bahkan untuk pabrik pengalengan. Pasar luar negeri lobster air tawar yaitu Eropa, Amerika Serikat, Asia Tenggara, Jepang, Korea dan Taiwán. Rata-rata kebutuhan pasar mencapai 2000 ton per tahun (Syariefa, 2006). Keragaan usaha budidaya lobster air tawar tersebut di Indonesia belum banyak diketahui. Namun demikian kenyataan di beberapa wilayah seperti D.I Yogyakarta budidaya lobster air tawar sudah berkembang dan menjadi mata pencaharian yang menjanjikan.
Pasar red-claw dibagi kedalam dua segmen yaitu pasar benih dan pasar induk. Pasar benih lobster ditujukan untuk pemenuhan kebutuhan permintaan konsumen terhadap lobster ukuran 1- 2 inchi yang digunakan sebagai ikan hias. Segmen pasar lainnya yaitu penjualan induk lobster yaitu untuk pemenuhan kebutuhan petani pembenih dengan ukuran lobster yang dijual mulai dari ukuran 7 cm.
Pemasaran lobster ukuran benih meliputi lokasi pasar di Yogyakarta dan luar seperti Klaten, Solo, Tegal, Jakarta, Lampung, Ambon, Surabaya, Semarang. Harga lobster ukuran 1 inchi dijual Rp. 1000 -1500/ekor, sedangkan ukuran 2 inchi 2500/ekor. Pembelian benih lobster dari petani pembenih melalui pedagang pengumpul yang kemudian membawanya langsung ke pasar ikan hias, sedangkan untuk di luar Yogyakarta lobster dibawa ke pasar-pasar ikan hias yang ada di lokasi masing-masing.
Pemasaran lobster ukuran konsumsi, sampai saat ini masih terbatas pada pemenuhan untuk induk. Untuk pemenuhan induk saja menurut salah satu pembenih masih kesulitan karena besarnya permintaan dari masyarakat. Disamping itu apabila dibandingkan harga lobster untuk konsumsi dan untuk induk cukup besar dengan ukuran yang sama. Sebagai perbandingan apabila lobster dijual untuk konsumsi maka harga . Harga lobster tersebut ukuran konsumsi (10-15 ekor/kg) harganya mencapai 225.000/kg atau Rp 175.000/kg untuk ukuran 12-15 ekor/kg. Apabila dijual sebagai induk maka harganya mencapai Rp.450.000 – Rp. 750.000 per set yaitu untuk 8 ekor induk. Pemasaran lobster air tawar saat ini masih terbatas di Yogyakarta, Semarang, Jawa Barat dan Jawa Timur. Pemasaran lobster air tawar dari Yogyakarta meliputi pasar di Yogya sendiri, Klaten, Solo, Tegal, Jakarta, Lampung, Ambon, Surabaya, Semarang. Benih udang lobster yang dijual dari Jogya kemudian di salurkan ke wilayah- wilayah pasar kemudian dijual lagi dalam ukuran induk ke Yogyakarta. Pembelian benih lobster dilakukan oleh pedagang dan kemudian dijual di pasar ikan hias. Penjualan induk lobster dilakukan oleh petani pembenih yang langsung berhubungan dengan penjual.
Dampak penelitian terhadap pengembangan wilayah
Berdasarkan pengkajian yang telah dilaksanakan pada tahun 2006 dan 2007, maka telah diperoleh teknik budidaya red-claw secara indoor dan out-door. Hasil yang diperoleh ini berdampak positif terhadap berkembangnya usaha budidaya red-claw di masyarakat. Seperti yang telah dibahas dari aspek sosial-ekonomi bahwa usaha perbenihan red-claw telah berkembang pesat. Namun perkembangan tersebut belum diimbangi dengan usaha pembesarannya. Sehingga terjadi pasar semu yang akan mengancam keberlanjutan usaha tersebut. Dengan berhasil didapatkannya teknik pembesaran dikolam, maka implikasinya akan lebih cepat dapat dimanfaatkan oleh masyarakat.
Dampak dari hasil kaji terap ini mendapat respon yang relatif cepat dari Pemerintah Daerah Kabupaten Tabanan pada tahun 2006. Demikian pula pada tahun 2007/2008 Pemerintah Provinsi Bali menetapkan Kabupaten Tabanan sebagai sentral pengembangan red-claw. Respon dari pihak pembudidaya terlihat lebih realistis dengan dibuka lahan budidaya red-claw secara swadaya di Tabanan, Karang Asem, dan Gianyar . Dukungan dana PEM tahun 2007 yang dikhususkan untuk budidaya red-claw di Tabanan pada awalnya diharapkan dapat mempercepat intensitas usaha budidaya di kawasan tersebut. Namun karena adanya kebijakan dari Departemen keuangan,maka dana PEM yang di alokasikan sebesar Rp. 1.15 milyar yang diperuntukkan bagi 20 kelompok pembudidaya red-claw di Tabanan ternyata tidak dapat dicairkan. Hal ini memang menimbulkan kekecewaan di pihak pembudidaya yang telah menerima pelatihan dan menyiapkan lahannya untuk budidaya red-claw.
Dampak penelitian terhadap pengembangan wilayah
Dampak dari hasil kaji terap ini mendapat respon yang relatif cepat dari Pemerintah Daerah Kabupaten Tabanan pada tahun 2006. Demikian pula pada tahun 2007/2008 Pemerintah Provinsi Bali menetapkan Kabupaten Tabanan sebagai sentral pengembangan red-claw. Respon dari pihak pembudidaya terlihat lebih realistis dengan dibuka lahan budidaya red-claw secara swadaya di Tabanan, Karang Asem, dan Gianyar . Dukungan dana PEM tahun 2007 yang dikhususkan untuk budidaya red-claw di Tabanan pada awalnya diharapkan dapat mempercepat intensitas usaha budidaya di kawasan tersebut. Namun karena adanya kebijakan dari Departemen keuangan,maka dana PEM yang di alokasikan sebesar Rp. 1.15 milyar yang diperuntukkan bagi 20 kelompok pembudidaya red-claw di Tabanan ternyata tidak dapat dicairkan. Hal ini memang menimbulkan kekecewaan di pihak pembudidaya yang telah menerima pelatihan dan menyiapkan lahannya untuk budidaya red-claw.
Konsep pola riset pengembangan yang dalam pelaksanaannya bekerjasama dengan Pemda setempat terbukti lebih cepat memberikan dampak positif. Pola semacam ini dapat menjadi pola untuk diterapkan di wilayah pengembangan budidaya lainnya, agar lebih cepat memberikan dampak yang langsung dapat menyentuh kepentingan masyarakat luas.
KESIMPULAN
Sistem perbenihan red-claw dapat dilakukan secara in-door dan out-door. Sistem indoor hanya memerlukan investasi yang relatif kecil, dan sistem out-door dapat diaplikasikan untuk wilayah yang memiliki kualitas air yang memadai. Dampak dari hasil kaji terap ini mendapat respon yang relatif cepat dari Pemerintah Daerah Kabupaten Tabanan pada tahun 2006. Demikian pula pada tahun 2007 Pemerintah Provinsi Bali menetapkan Kabupaten Tabanan sebagai sentral pengembangan red-claw. Kontribusi yang diberikan oleh adanya pengembangan budidaya red-claw ini cukup signifikan dan memberikan dampak yang langsung dapat menyentuh kepentingan masyarakat luas.
Sistem perbenihan red-claw dapat dilakukan secara in-door dan out-door. Sistem indoor hanya memerlukan investasi yang relatif kecil, dan sistem out-door dapat diaplikasikan untuk wilayah yang memiliki kualitas air yang memadai. Dampak dari hasil kaji terap ini mendapat respon yang relatif cepat dari Pemerintah Daerah Kabupaten Tabanan pada tahun 2006. Demikian pula pada tahun 2007 Pemerintah Provinsi Bali menetapkan Kabupaten Tabanan sebagai sentral pengembangan red-claw. Kontribusi yang diberikan oleh adanya pengembangan budidaya red-claw ini cukup signifikan dan memberikan dampak yang langsung dapat menyentuh kepentingan masyarakat luas.
1 komentar:
Artikelnya Bagus, Super Mantap :-)
Salam Kenal Pak,
Medan Lobster Air Tawar
http://medancrayfish.blogspot.com
http://medanlobster.blogspot.com/
Thanks Sebelumnya
Emil - 08153101844
Posting Komentar