Menambang pasir laut melanggar UU RI nomor 27 tahun 2007 tentang Pengelolaan Wilayah Pesisir dan Pulau-pulau Kecil. Bisa dikenakan sanksi pidana penjara 2 – 5 tahun dan denda Rp 2 – 10 miliar.
Hal itu diungkapkan Saleh Purwanto, Kabid Pengelolaan Sumber Daya Kelautan dan Perikanan, Dinas Kelautan dan Perikanan Provinsi Bali di sela-sela penilaian Kelompok Masyarakat Pengawas (Pokmaswas) Tirta Gangga, dalam Lomba Pokmaswas Tingkat Provinsi Bali di Br. Yeh Gangga, Desa Sudimara, Tabanan, Senin (30/5).
Saleh Purwanto yang juga Ketua Tim Penilai lomba Pokmaswas tingkat Provinsi Bali mengemukakan, dalam UU tersebut larangan penambangan pasir tertuang dalam Bab V, Bagian 6 Pasal 35 poin (i)
Pada pasal 35 poin (i) disebutkan larangan melakukan penambangan pasir pada wilayah yang apablia secara teknis, ekologis, sosial dan atau budaya menimbulkan kerusakan lingkungan dan atau pencemaran lingkungan dan atau kerugian masyarakat sekitarnya. “Pelanggaran terhadap larangan tersebut, sesuai Pasal 73 pada UU tersebut bisa dikenakan sanksi penjara 2 – 5 tahun dan atau denda Rp 2 – 10 miliar,” tegasnya.
Terkait wacana Pemkab Tabanan yang akan melakukan penambangan pasir laut untuk diambil bijih besinya, menurut Saleh Purwanto harus dilakukan pengkajian yang lebih mendalam dalam berbagai aspek, khususnya aspek lingkungan. Hal ini diungkapkan Saleh Purwanto, karena meski nanti setelah dilakukan penambangan akan dilakukan reklamasi, akan diperlukan waktu yang lama untuk mengembalikan lingkungan pada keadaan semula. “Perubahan garis pantai akibat penambangan atau reklamasi, akan memberikan dampak bagi wilayah pantai lainnya,” katanya sambil memberikan contoh adanya reklamasi di Pulau Serangan, Denpasar.
Menurut Saleh Purwanto, akibat reklamasi di Pulau Serangan, beberapa wilayah pantai lainnya di Bali telah mengalami abrasi seperti yang terjadi di Pantai Padang Galak, Candi Dasa dan beberapa wilayah pantai lainnya. "Perubahan garis pantai akibat penambanngan pasir atau reklamasi, bisa berdampak buruk pada wilayah pantai lainnya," terangnya.
Sementara itu Ketua Pokmaswas Tirta Gangga I Nyoman Joto ditanya tentang pengelolaan lingkungan di Pantai Yeh Gangga, mengakui telah melakukan beberapa langkah sosialisasi dan tindakan nyata. Di antaranya bekerjasama dengan desa pakraman Yeh Gangga melakukan pemasangan papan dan baliho larangan dan himbauan di beberapa lokasi strategis. Di antaranya adalah memasang baliho larangan melakukan penambangan pasir, mengambil terumbu karang dan merusak hutan mangrove serta larangan penangkapan ikan dengan bahan terlarang. “Kami sosialisasikan UU RI No. 27 Tahun 2007 serta UU No 45 Tahun 2009 tentang Perikanan melalui pemasangan baliho,” terangnya.
Hal senada diungkapkan Bendesa Adat Yeh Gangga, I Ketut Leget. Dalam upaya pelestarian dan penyelamatan lingkungan pesisir, pihaknya juga sudah sejak lama memasang papan larangan pengambilan batu, kerikil dan pasir di wilayah Pantai Yeh Gangga. Pelanggaran terhadap larangan ini, atas kesepakatan adat akan dikenakan denda Rp 1 juta. “Pelanggar yang tertangkap langsung kami proses sesuai perarem adat,” tegasnya
3 komentar:
SALAM PAK AGUS MAJU TERUS, SEMOGA SUKSES
salam .. sejahtera dan jaya terus kelautan dan perikanan
Salam sejahtera buat rekan seperjuangan yang peduli terhadap kerusakan ekosistem lingkungan terutama laut yang pasirnya di keruk,"tegakan aturan bila perlu tangkap siapa penambangnya,andai ada oknum yang numpang lias saja,semangat terus hai rekan pemerhati lingkungan....?
Posting Komentar