Sepasang Lele sangkuriang |
Dalam legenda terjadinya
Gunung Tangkubanperahu di Jawa Barat, niat pemuda Sangkuriang mempersunting
Dayang Sumbi kandas. Adat melarang anak menikahi ibu. Namun bagi lele dumbo
Clarias gariepinus aksi itu malah perlu. Itu supaya fekunditas, produktivitas,
dan rasio pakan keturunan si dumbo kembali naik daun. Lele yang lahir pun
diberi nama sangkuriang.
Datang sebagai lele introduksi
dari Taiwan pada 1984, produktivitas lele dumbo kini terus merosot. Saat
pertama kali dibudidayakan, pembudidaya ikan di tanah air bersukacita lantaran
untuk mencetak ukuran konsumsi 10-15 ekor/kg didapat lewat budidaya selama 70
hari. Belakangan untuk mencapai ukuran serupa waktunya molor hingga 100 hari.
Perkawinan sedarah-inbreeding-ditengarai
menjadi pemicu rendahnya laju pertumbuhan.
Mengatasi pertumbuhan si dumbo
yang melambat, munculnya sangkuriang bisa menjadi sandaran baru. Tumbuhnya
pesat. 'Dua kali lebih cepat daripada dumbo,' kata Ade Sunarna, peneliti Balai
Besar Pengembangan Budidaya Air Tawar (BBPBAT) Sukabumi yang membidani
kelahiran sangkuriang saat memberikan pelatihan bagi pembenih ikan di BBI
Pesiapan, Tabanan, Bali beberapa waktu lalu.
Menurut Ade, beberapa
kelebihan lele sangkuriang di antaranya adalah untuk mencetak lele konsumsi
ukuran 10-15 ekor/kg dapat dicapai setelah bibit berukuran 5-7 cm dipelihara
sekitar selama 49-51 hari. Tingkat kematian selama pembesaran juga kecil,
kurang dari 10%. Sedangkan dumbo bisa mencapai 20%. Melihat kelebihan itu, di
Jawa Barat saat ini lele sangkuriang menjadi primadona menggantikan si dumbo.
Backcross
Adalah Balai Besar
Pengembangan Budidaya Air Tawar (BBPBAT) Sukabumi yang membidani kelahiran
sangkuriang. Lele berkulit kelabu itu diperoleh dari silangan jantan dumbo
generasi ke-6 (F6) dari Majalaya, Jawa Barat, dengan induk betina generasi ke-2
(F2). Jantan F6 dipilih berbobot 0,5-0,75 kg dengan panjang 30-35 cm. Betina F2
bobotnya 0,7-1 kg sepanjang 25-30 cm. Hasil anakan jantan kemudian diseleksi
dan dikawinkan kembali dengan betina F2. 'Sangkuriang diperoleh setelah 4 tahun
penyilangan,' kata Ade yang juga peneliti lele dari BBPBAT itu.
Sifat genetik dumbo memang
memungkinkan diperbaiki. Fekunditas misalnya, setelah diperbaiki lahir
sangkuriang yang mencapai 60.000-80.000 telur/kg bobot induk; dumbo
30.000-50.000. Ini artinya jumlah produksi bibit sangkuriang berlipat dua.
Kelangsungan hidup larva juga meningkat 90-95%; dumbo 50-60%. Keunggulan lain,
sangkuriang memiliki FCR 0,8. Artinya untuk menghasilkan 1 kg daging dibutuhkan
0,8 kg pakan. Bandingkan dengan FCR dumbo yang lebih dari 1.
Soal daya tahan, sangkuriang
mampu meredam serangan bakteri Trichodina
sp, Aeromonas hydrophilla, dan Ichthyopthirius sp. Padahal penyakit
itu ditakuti peternak karena membuat kulit lele melepuh.
Dengan kelebihan-kelebihan itu
sangkuriang direkomendasikan untuk dipelihara oleh para pembudiaya ikan di
tanah air guna menggenjot produksi. Bibit lele yang telah dilepas menjadi
varietas unggulan nasional ini sudah disebarkan oleh BBPBAT. “Indukan sangkuriang
sudah kami sebarkan ke beberapa Unit Pembenihan Rakyat dan Balai Benih Ikan di
Jawa Barat, Banten, Jawa Tengah, Yogyakarta, Jawa Timur, dan Lampung serta
beberapa daerah lainnya di Indonesia,” ujar Ade.
Di Bali, lele sangkuriang juga
sudah dikembangkan seperti diungkapkan
oleh I Nyoman Punia, Kepala UPTD BBI Pesiapan. “Kami sudah setahun terakhir ini
mengembangbiakkan lele sangkuriang di BBI Pesiapan dan BBI Meliling,” katanya
sambil menambahkan, selain mengembangkan lele dumbo dan sangkuriang, BBI di
Kabupaten Tabanan juga mulai mengembangkan lele unggul lain yakni lele Paiton
dari Jawa Timur dan lele dari Karawang.
I Made Budiasa. Mantan Kepala
BBI Sentral Sangeh yang sekarang menjadi PPL Perikanan di Kabupaten Tabanan
menuturkan bila lele sangkuriang saat ini sudah dibudiayakan oleh pembudidaya
ikan di seluruh Bali. “Lele sangkuriang
sangat cocok dibudidayakan untuk skala komersial karena produktivitasnya yang
tinggi,” ujarnya.
Meski memiliki tingkat
produktivitas tinggi, ternyata lele sangkuriang kurang diminati oleh masyarakat
/ konsumen di Bali, seperti yang diungkapkan oleh Bu Piem, pengepul ikan di
Darmasaba, Badung. “Konsumen kurang suka karena kandungan airnya tinggi
sehingga kalau digoreng tidak bisa kering seperti lele dumbo,” kilahnya.
Boleh jadi, karena
pertimbangan pasar (permintaan konsumen) tersebut, perkembangan lele
sangkuriang di Bali tidak sepesat di Jawa Barat. Di Bali, lele dumbo masih
menjadi pilihan utama para pembudiaya ikan. Meski demikian, lele sangkuriang
tetap berpeluang dikembangkan untuk mengisi kolam pancing yang belakangan
bermunculan dan berkembang pesat di Kabupaten Tabanan.
Selain dibudiayakan di kolam
tanah dan bak tembok, lele sangkuriang juga bisa dibongsorkan di kolam terpal
seperti yang belakangan bermunculan di Kabupaten Tabanan.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar