Ir. Firdausi, Seksi Pelayanan Teknik yang juga tim patin di BBAT Mandiangin |
Sampai saat ini benih ikan patin pasupati memang belum
banyak diproduksi oleh para pembenih. Maklum saja, jenis patin super ini memang
masih tergolong baru sehingga teknologi pembenihannya belum memasyarakat.
Lantas, bagaimana caranya ? Berikut ini teknik pembenihan patin pasupati yang
telah sukses dilakukan oleh Balai Budidaya Air Tawar (BBAT) Mandiangin di
Kabupaten Banjar, Kalimantan Selatan.
Patin pasupati (Pangasius
sp) baru dirilis Departemen Kelautan dan Perikanan pada tanggal 7 Agustus 2006
lalu. Sebagai ikan jenis hibrida persilangan antara Patin Siam (Pangasius
hypophthalmus ) betina dan
Patin jambal (Pangasius djambal)
jantan, patin pasupati mewarisi perpaduan sifat-sifat unggul kedua induknya. Nama
pasupati sendiri merupakan singkatan dari patin super harapan pertiwi.
Menurut Ir.
Firdausi, Seksi Pelayanan Teknik yang juga tim patin di BBAT Mandiangin, patin
pasupati dari sang ibu patin siam, Pangasius hypophthalmus yang populer juga
dipanggil dengan nama Pangasius sutchi
ini, mewarisi daya tahan tinggi terhadap
perubahan lingkungan dan penyakit
sehingga cocok dibudidayakan di kolam air tergenang. Sedangkan dari sang bapak
patin jambal mewariskan pertumbuhan
pesat, tidak mudah stress dan daging tebal warna putih dengan kandung lemak
relatif rendah.
Alat dan bahan
Perlu dimaklumi,
untuk mengawinkan induk patin sampai saat ini memang belum bisa dilakukan
secara alami. Oleh karena itu BBAT Mandiangin serta balai perikanan lainnya umumnya
memproduksi benih patin pasupati ini melalui ’kawin suntik’ untuk merangsang
agar induk patin mau berovulasi. Terkait hal itu, kita harus menyiapkan bahan dan perlengkapan
kawin suntik terlebih dulu.
Bahan yang
diperlukan cukup berupa hormon Ovaprin sebagai perangsang dan larutan infus
Natrium Clorida 0,9 % untuk pengencer sperma serta telur artemia untuk pakan
larva benih patin.
Sedangkan
peralatan yang diperlukan di antaranya berupa spuit dan jarum suntik 3 – 5 ml
untuk menyuntik induk, spuit besar (60 ml) tanpa jarum untuk menyedot dan
menampung sperma, bulu ayam untuk pengaduk telur, nampan plastik penampung
telur, mangkuk plastik untuk pencampur telur dan sperma, heater (pemanas), bak
untuk penampung induk dan akuarium untuk penetasan telur.
Seleksi induk
Mengingat patin
pasupati merupakan persilangan antara induk betina patin siam dan induk jantan
patin jambal, maka untuk mengawinkannya, kedua jenis induk tersebut harus sudah
tersedia. Kalau sudah ada, kita tinggal melakukan seleksi. Induk jambal jantan
dipilih minimal yang sudah berumur 2 tahun yang beratnya sekitar 2 Kg.
Sedangkan induk patin siam betina yang dipilih, minimal berumur 3 tahun dan
beratnya sekitar 3 Kg. Pada umur 2 – 3 tahan dengan berat 2 – 3 Kg, induk-induk
patin biasanya sudah matang gonad dan siap dikawinkan.
Untuk
mengetahui kematangan gonadnya, induk jantan memiliki beberapa ciri-ciri. Di
antaranya, sirip dada lebih terasa kasar dan bila bagian perutnya diurut ke
arah anus akan keluar cairan sperma bewarna putih susu. Sedangkan induk betina
yang sudah matang gonad memiliki ciri-ciri perut membesar dan membulat, sirip
dada halus dan licin, bagian perutnya bila diurut ke arah anus akan keluar
cairan bewarna kekuningan. Untuk memastikan kematangan gonad induk betina, bisa
juga dilakukan dengan cara memasukkan alat kateter ke lubang urogenital induk
betina dan menyedot sebagian telurnya. Bila telurnya bewarna kekuningan, bearti
sudah matang gonad.
Penyuntikan
hormon
Induk
yang sudah terseleksi kemudian ditampung dalam sebuah bak secara terpisah untuk
diberok sekitar 6 jam tanpa diberi pakan. Agar induk yang ditampung tidak
stress dan megap-megap, maka bak untuk penampungan induk ini sebaiknya
dilengkapi dengan aerator atau blower untuk suplai oksigen. Agar induk tidak
meloncat, bak bisa ditutup dengan terpal.
Setelah
diberok selama 6 jam, penyuntikan pertama hormon ovaprin pada induk betina
sudah bisa dilakukan. Dosis ovaprin cukup 0,2 ml/Kg induk. Penyuntikan
dilakukan di bagian punggung. Induk betina yang sudah disuntik, kembali
dimasukkan ke dalam bak. Enam jam kemudian, induk betina kembali disuntik
dengan ovaprin dengan dosis 0,3 ml/kg induk. Pada penyuntikan kedua induk
betina ini, sekaligus kita lakukan penyuntikan pada induk jantan. Dosis
penyuntikan ovaprin induk jantan cukup 0,2 ml/kg induk. Selesai penyuntikan
ini, masing-masing induk kita kembalikan ke bak penampungan.
Striping
dan pencampuran telur
Berselang
enam jam kemudian, pemijahan secara buatan sudah bisa kita laksanakan. Pertama,
tangkap induk jantan untuk dilakukan striping (pengurutan) sperma. Sebelumnya,
perlu disiapkan spuit penampung sperma yang sudah diisi larutan NaCl sekitar 10
ml sebagai pengencer sperma. Agar induk tidak meronta saat distriping, bagian
kepalanya perlu ditutupi dengan handuk basah. Striping sperma setidaknya
dilakukan oleh dua orang. Satu orang memegang induk dan melakukan striping,
satu orang lagi menampung dan menyedot spermanya ke dalam spuit besar.
Sperma
yang sudah ditampung dalam spuit kemudian diencerkan kembali dengan larutan
infus NaCl 50 – 100 ml dan ditampung dalam sebuah gelas plastik yang kemudian
ditutup rapat.
Selesai
induk jantan distriping, berikutnya giliran induk betina dikeluarkan telurnya
dengan cara striping juga. Caranya sama seperti pada striping induk jantan.
Hanya saja, wadah penampungnya berupa nampan plastik. Perlu disediakan beberapa
nampan plastik agar telur yang tertampung tidak terlalu menumpuk dan bisa
tersebar merata. Untuk meratakan telur di nampan plastik ini kita bisa
menggunakan bulu ayam.
Bila
kedua induk sudah selesai distriping, tiba saatnya mencampur telur dan sperma.
Caranya, tuangkan telur dari nampan ke dalam mangkok plastik untuk dicampur
dengan sperma yang sudah diencerkan. Agar bisa tercampur merata, telur dan
sperma ini kemudian diaduk pelan-pelan menggunakan bulu ayam. Setelah tercampur
merata, cuci sisa sperma dengan air secukupnya.
Mangkuk
berisi telur yang sudah bersih dari sisa sperma tersebut, kemudian dituangkan
ke dalam air di akuarium untuk ditetaskan. Agar telur bisa tersebar merata di
dalam akuarium, pengadukan perlu dilakukan menggunakan tangan secara acak
(tidak beraturan). Saat pemasukan telur ini, aerator tak perlu dihidupkan.
Namun setelah telur menempel merata di dinding akuarium, barulah aerator
dihidupkan. Pasang juga heater (pemanas) ke dalam akuarium dan atur suhunya
sekitar 29 derajat C.
Pada
saat mulai dilakukan penetasan telur patin, pada saat itu juga kita bisa
menetaskan telur artemia. Untuk setiap induk, telur artemia yang ditetaskan
cukup sekitar 20 – 30 gram saja. Caranya, telur artemia dimasukkan ke dalam
mangkok atau gelas dan direndam dengan air tawar selama sekitar 30 – 60 menit.
Berikutnya, baru telur artemia dimasukkan ke dalam wadah berbentuk bulat
kerucut ( bisa menggunakan galon air yang dasarnya dipotong) yang berisi air
asin (salinitas 15 – 20 promil). Selama penetasan telur artemia ini aerator
harus selalu dihidupkan. Biasanya 20 – 24 jam kemudian telur artemia sudah
menetas menjadi naupli yang siap diberikan sebagai pakan larva patin pasupati.
Perawatan
larva
Bila
tidak ada aral melintang, 24 jam kemudian biasanya telur patin sudah mulai
menetas. Mulai hari ketiga setelah menetas, larva patin diberi pakan berupa
juvenil artemia. Pakan berupa juvenil artemia ini diberikan 4 kali pada pagi,
siang, sore dan malam hari dengan interval masing-masing 3 jam. Minginjak minggu
kedua, selain pakan berupa artemia, benih patin sudah bisa diberi pakan berupa
cacing tubifek hidup.
Di
akuarium, larva patin dipelihara selama 15 hari untuk kemudian di deder di bak
atau kolam dengan kepadatan 10 ekor/M2. Namun bila tetap ingin dipelihara dalam
wadah akuarium, maka perlu dilakukan penjarangan. Bila kepadatan larva
sebelumnya 25 ekor/liter, maka setelah 15 hari kepadatannya dikurangi menjadi
sekitar 5 ekor/liter.
Menurut
Ir. Firdausi, fekunditas induk patin siam sebagai sang ibu patin
pasupati berkisar 120.000 – 200.000 butir telur/Kg induk. Dari jumlah telur
tersebut bisa menghasilkan larva sekitar 96.000 – 160.000 ekor. Setelah
dipelihara selama 15 hari di akuarium panjangnya mencapai 1 – 2 Cm dan
mortalitasnya sekitar 50 persen. Benih patin pasupati ukuran 1 – 2 Cm ini di
BBAT Mandiangin laku dijual seharga Rp 90 – 100/ekor. (Agus Rochdianto)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar