Rabu, 13 November 2013

Pembenihan Patin Pasupati ala BBAT Mandiangin


 Ir. Firdausi, Seksi Pelayanan Teknik yang juga tim patin di BBAT Mandiangin


 Sampai saat ini benih ikan patin pasupati memang belum banyak diproduksi oleh para pembenih. Maklum saja, jenis patin super ini memang masih tergolong baru sehingga teknologi pembenihannya belum memasyarakat. Lantas, bagaimana caranya ? Berikut ini teknik pembenihan patin pasupati yang telah sukses dilakukan oleh Balai Budidaya Air Tawar (BBAT) Mandiangin di Kabupaten Banjar, Kalimantan Selatan.

Patin pasupati (Pangasius sp) baru dirilis Departemen Kelautan dan Perikanan pada tanggal 7 Agustus 2006 lalu. Sebagai ikan jenis hibrida persilangan antara Patin Siam (Pangasius hypophthalmus ) betina dan Patin jambal (Pangasius djambal) jantan, patin pasupati mewarisi perpaduan sifat-sifat unggul kedua induknya. Nama pasupati sendiri merupakan singkatan dari patin super harapan pertiwi.

Menurut Ir. Firdausi, Seksi Pelayanan Teknik yang juga tim patin di BBAT Mandiangin, patin pasupati dari sang ibu patin siam, Pangasius hypophthalmus   yang populer juga dipanggil dengan nama Pangasius sutchi ini,  mewarisi daya tahan tinggi terhadap perubahan  lingkungan dan penyakit sehingga cocok dibudidayakan di kolam air tergenang. Sedangkan dari sang bapak patin jambal mewariskan  pertumbuhan pesat, tidak mudah stress dan daging tebal warna putih dengan kandung lemak relatif rendah.


Alat dan bahan
Perlu dimaklumi, untuk mengawinkan induk patin sampai saat ini memang belum bisa dilakukan secara alami. Oleh karena itu BBAT Mandiangin serta balai perikanan lainnya umumnya memproduksi benih patin pasupati ini melalui ’kawin suntik’ untuk merangsang agar induk patin mau berovulasi. Terkait hal itu,  kita harus menyiapkan bahan dan perlengkapan kawin suntik terlebih dulu.

Bahan yang diperlukan cukup berupa hormon Ovaprin sebagai perangsang dan larutan infus Natrium Clorida 0,9 % untuk pengencer sperma serta telur artemia untuk pakan larva benih patin.

Sedangkan peralatan yang diperlukan di antaranya berupa spuit dan jarum suntik 3 – 5 ml untuk menyuntik induk, spuit besar (60 ml) tanpa jarum untuk menyedot dan menampung sperma, bulu ayam untuk pengaduk telur, nampan plastik penampung telur, mangkuk plastik untuk pencampur telur dan sperma, heater (pemanas), bak untuk penampung induk dan akuarium untuk penetasan telur.

Seleksi induk
Mengingat patin pasupati merupakan persilangan antara induk betina patin siam dan induk jantan patin jambal, maka untuk mengawinkannya, kedua jenis induk tersebut harus sudah tersedia. Kalau sudah ada, kita tinggal melakukan seleksi. Induk jambal jantan dipilih minimal yang sudah berumur 2 tahun yang beratnya sekitar 2 Kg. Sedangkan induk patin siam betina yang dipilih, minimal berumur 3 tahun dan beratnya sekitar 3 Kg. Pada umur 2 – 3 tahan dengan berat 2 – 3 Kg, induk-induk patin biasanya sudah matang gonad dan siap dikawinkan.
 

Untuk mengetahui kematangan gonadnya, induk jantan memiliki beberapa ciri-ciri. Di antaranya, sirip dada lebih terasa kasar dan bila bagian perutnya diurut ke arah anus akan keluar cairan sperma bewarna putih susu. Sedangkan induk betina yang sudah matang gonad memiliki ciri-ciri perut membesar dan membulat, sirip dada halus dan licin, bagian perutnya bila diurut ke arah anus akan keluar cairan bewarna kekuningan. Untuk memastikan kematangan gonad induk betina, bisa juga dilakukan dengan cara memasukkan alat kateter ke lubang urogenital induk betina dan menyedot sebagian telurnya. Bila telurnya bewarna kekuningan, bearti sudah matang gonad.

Penyuntikan hormon
Induk yang sudah terseleksi kemudian ditampung dalam sebuah bak secara terpisah untuk diberok sekitar 6 jam tanpa diberi pakan. Agar induk yang ditampung tidak stress dan megap-megap, maka bak untuk penampungan induk ini sebaiknya dilengkapi dengan aerator atau blower untuk suplai oksigen. Agar induk tidak meloncat, bak bisa ditutup dengan terpal.
Setelah diberok selama 6 jam, penyuntikan pertama hormon ovaprin pada induk betina sudah bisa dilakukan. Dosis ovaprin cukup 0,2 ml/Kg induk. Penyuntikan dilakukan di bagian punggung. Induk betina yang sudah disuntik, kembali dimasukkan ke dalam bak. Enam jam kemudian, induk betina kembali disuntik dengan ovaprin dengan dosis 0,3 ml/kg induk. Pada penyuntikan kedua induk betina ini, sekaligus kita lakukan penyuntikan pada induk jantan. Dosis penyuntikan ovaprin induk jantan cukup 0,2 ml/kg induk. Selesai penyuntikan ini, masing-masing induk kita kembalikan ke bak penampungan.

Striping dan pencampuran telur
Berselang enam jam kemudian, pemijahan secara buatan sudah bisa kita laksanakan. Pertama, tangkap induk jantan untuk dilakukan striping (pengurutan) sperma. Sebelumnya, perlu disiapkan spuit penampung sperma yang sudah diisi larutan NaCl sekitar 10 ml sebagai pengencer sperma. Agar induk tidak meronta saat distriping, bagian kepalanya perlu ditutupi dengan handuk basah. Striping sperma setidaknya dilakukan oleh dua orang. Satu orang memegang induk dan melakukan striping, satu orang lagi menampung dan menyedot spermanya ke dalam spuit besar.
     Sperma yang sudah ditampung dalam spuit kemudian diencerkan kembali dengan larutan infus NaCl 50 – 100 ml dan ditampung dalam sebuah gelas plastik yang kemudian ditutup rapat.

Selesai induk jantan distriping, berikutnya giliran induk betina dikeluarkan telurnya dengan cara striping juga. Caranya sama seperti pada striping induk jantan. Hanya saja, wadah penampungnya berupa nampan plastik. Perlu disediakan beberapa nampan plastik agar telur yang tertampung tidak terlalu menumpuk dan bisa tersebar merata. Untuk meratakan telur di nampan plastik ini kita bisa menggunakan bulu ayam.
Bila kedua induk sudah selesai distriping, tiba saatnya mencampur telur dan sperma. Caranya, tuangkan telur dari nampan ke dalam mangkok plastik untuk dicampur dengan sperma yang sudah diencerkan. Agar bisa tercampur merata, telur dan sperma ini kemudian diaduk pelan-pelan menggunakan bulu ayam. Setelah tercampur merata, cuci sisa sperma dengan air secukupnya.
Mangkuk berisi telur yang sudah bersih dari sisa sperma tersebut, kemudian dituangkan ke dalam air di akuarium untuk ditetaskan. Agar telur bisa tersebar merata di dalam akuarium, pengadukan perlu dilakukan menggunakan tangan secara acak (tidak beraturan). Saat pemasukan telur ini, aerator tak perlu dihidupkan. Namun setelah telur menempel merata di dinding akuarium, barulah aerator dihidupkan. Pasang juga heater (pemanas) ke dalam akuarium dan atur suhunya sekitar 29 derajat C.

Pada saat mulai dilakukan penetasan telur patin, pada saat itu juga kita bisa menetaskan telur artemia. Untuk setiap induk, telur artemia yang ditetaskan cukup sekitar 20 – 30 gram saja. Caranya, telur artemia dimasukkan ke dalam mangkok atau gelas dan direndam dengan air tawar selama sekitar 30 – 60 menit. Berikutnya, baru telur artemia dimasukkan ke dalam wadah berbentuk bulat kerucut ( bisa menggunakan galon air yang dasarnya dipotong) yang berisi air asin (salinitas 15 – 20 promil). Selama penetasan telur artemia ini aerator harus selalu dihidupkan. Biasanya 20 – 24 jam kemudian telur artemia sudah menetas menjadi naupli yang siap diberikan sebagai pakan larva patin pasupati.

Perawatan larva
Bila tidak ada aral melintang, 24 jam kemudian biasanya telur patin sudah mulai menetas. Mulai hari ketiga setelah menetas, larva patin diberi pakan berupa juvenil artemia. Pakan berupa juvenil artemia ini diberikan 4 kali pada pagi, siang, sore dan malam hari dengan interval masing-masing 3 jam. Minginjak minggu kedua, selain pakan berupa artemia, benih patin sudah bisa diberi pakan berupa cacing tubifek hidup.
Di akuarium, larva patin dipelihara selama 15 hari untuk kemudian di deder di bak atau kolam dengan kepadatan 10 ekor/M2. Namun bila tetap ingin dipelihara dalam wadah akuarium, maka perlu dilakukan penjarangan. Bila kepadatan larva sebelumnya 25 ekor/liter, maka setelah 15 hari kepadatannya dikurangi menjadi sekitar 5 ekor/liter.

Menurut Ir. Firdausi, fekunditas induk patin siam sebagai sang ibu patin pasupati berkisar 120.000 – 200.000 butir telur/Kg induk. Dari jumlah telur tersebut bisa menghasilkan larva sekitar 96.000 – 160.000 ekor. Setelah dipelihara selama 15 hari di akuarium panjangnya mencapai 1 – 2 Cm dan mortalitasnya sekitar 50 persen. Benih patin pasupati ukuran 1 – 2 Cm ini di BBAT Mandiangin laku dijual seharga Rp 90 – 100/ekor. (Agus Rochdianto)



Tidak ada komentar: