Rabu, 13 November 2013

Teknik Penangkapan Lobster dengan Bubu Bambu


Potensi dan usaha pemanfaatan sumberdaya perikanan khsususnya  lobster (Panilurus sp) di Kabupaten Tabanan, Bali masih banyak mengalami kendala karena karakteristik pantai selatan yang berombak besar sehingga resiko kerusakan armada perahu dan alat tangkap juga sangat besar.


         Pemanfaatan sumber daya lobster sebagai produk common property yang dapat ditangkap oleh  siapa pun dengan armada dan alat tangkap yang dimiliki, sehingga untuk mendukung pemanfaatan sumber daya lobster yang berkelanjutan maka diperlukan alat tangkap yang selektif dan ramah lingkungan   di antaranya adalah bubu lobster.

Habitat Lobster
      Lobster menyukai tempat di batu-batu  karang, di balik batu karang. Udang karang ini tidak menyukai tempat yang terbuka dan berarus kuat, yang berombak berlebihan dan dasar yang berlumpur.
       Tempat yang disukainya adalah perairan yang tenang seperti di teluk-teluk, pulau-pulau, pantai dan tempat yang terlindung terutama pada daerah yang dasarnya berpasir dan banyak di tumbuhan rumput laut.    
        Lobster umumnya menghuni perairan dangkal yang mempunyai kedalaman antara 10-15 meter, namun pada saat-saat tertentu, lobster beruaya (berpindah) ke tempat yang lebih dalam.

 

 Sifat Makan
      Lobster termasuk hewan air yang bersifat omnivore atau pemakan segala, baik itu tumbuhan maupun hewan yang masih hidup maupun yang sudah mati.  
     Makanannya terdiri dari udang yang kecil-kecil, ikan, cacing, binatang lunak dan sisa binatang  air yang telah mati. 
       Lobster menggunakan kukunya atau capit untuk memegang masangsanya, kemudian dimasukkan  ke dalam mulut. 
     

Konstruksi Bubu
      
Bubu merupakan alat tangkap yang bersifat  pasif dan diletakkkan di dasar perairan yang bertujuan untuk menangkap  ikan, udang, dan kepiting baik  itu di perairan tawar maupun laut. Alat tangkap ini dikategorikan dalam tiga golongan yaitu bubu, bubu apung dan  bubu hanyut / bubu jaring.
      Karakteristik alat tangkap bubu ini sebagai berikut :
Bubu umumnya dibuat secara manual dengan menggunakan bahan dari kayu, bambu maupun rangka besi / baja dan berdinding kayu, bambu atau jaring.
      Volume bubu diusahakan agak longgar sehingga lebih banyak ikan dan udang yang tertangkap serta menghindari kanibalisme udang yang tertangkap.
      Bentuk bubu bermacam-macam, ada yang berbentuk botol, (umumnya digunakan menangkap sidat di Eropa), bentuk kotak (umumnya untuk menangkap lobster), dan bentuk silinder (untuk menangkap ikan).
         Alat ini biasanya dilengkapi dengan penghalang dan pintu masuk yang sangat mudah dimasuki udang/ikan, namun setelah masuk udang/ikan sulit untuk mencari jalan keluar. Oleh karena itu, mulut bubu harus dibentuk secara khusus agar udang/ikan tidak merasa terjebak (umumnya berbentuk lingkaran datar, kerucut, cembung ataupun piramid).

Teknik Penangkapan
      Teknik operasional bubu dilakukan dengan menempatkan bubu di sekitar  karang atau batu secara hati-hati agar tidak merusak habitat karang tersebut. Mulut bubu diletakkan berlawanan dengan arus air. Agar bubu tetap berada pada posisi yang baik dan tidak terbawa arus, maka perlu di  pasangi patok  kayu atau besi.
      Pengangkatan bubu  dilakukan dengan  tidak merusak habitat dasar perairan. Bubu setelah selesai dipakai harus ditempatkan pada tempat yang teduh dan aman.


Penanganan Hasil 
        Hasil tangkapan yaitu lobster ukuran 200 – 700 gram, diangkat dari bubu secara hati-hati, kemuadian ditaruh di dalam dungki/ wadah lainnya agar tetap hidup dan usahakan tidak ada yang cacat atau patah agar nilai jualnya lebih tinggi atau memenuhi standar ekspor.


                                                                                             

Tidak ada komentar: